ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Menarik!!! Simak 10 Pemain
Terbaik Piala Dunia 1982
Platini,
Socrates, dan Zoff semua gemilang di Spanyol 82. Namun, siapakah pemain
terbaik? Jonathan Wilson menguraikan bintang-bintang yang membuat turnamen
tersebut begitu dikenang.
1. Paolo Rossi,
Italia
Perjalanan
Paolo Rossi ke Piala Dunia, banyak yang menganggapnya beruntung bisa berada di
sana. Ia merupakan sosok kunci Italia pada Piala Dunia 1978, mencetak tiga gol
dan juga mendemonstrasikan kemampuannya yang kurang diapresiasi dalam membangun
serangan. Pada tahun 1980, sayangnya, ia diberi sanksi tiga tahun karena
terlibat dalam skandal pengaturan skor, di mana hal itu membuat dirinya tidak
ikut turnamen pada tahun 1982.
Rossi melakukan
protes—dan tentu saja, salah satu pendakwa kemudian mengakui bahwa tuntutan itu
mengada-ada—dan hukuman dikurangi menjadi dua tahun. Enzo Bearzot, mengabaikan
kurangnya waktu bermain Rossi, kemudian kembali memanggilnya untuk memperkuat
timnas.
Keputusan itu
tampak sebagai sebuah kesalahan, ketika Rossi gagal mencetak gol dalam empat
pertandingan pertamanya. Namun, Bearzot tetap memberikan kepercayaan dan hal
itu dibayar tuntas, ketika Rossi mencetak trigol yang mengempaskan Brasil,
ditambah dua gol di semifinal pada kemenangan atas Polandia, dan kemudian
mencetak gol pembuka di final.
Pada akhir
turnamen, ia meraih Sepatu Emas sebagai pencetak gol terbanyak, Bola Emas
sebagai pemain terbaik, dan medali juara. Satu-satunya pemain yang berhasil
meraih tiga penghargaan dalam satu Piala Dunia.
2. Bruno Conti,
Italia
Ketika Zico
berkata,”Kami bertanding menghadapai 10 orang Italia dan salah satu dari kami,”mengacu
kepada kekalahan Brasil 2-3 dari Italia pada penyisihan grup kedua tidak ada
keraguan bahwa yang ia maksud adalah Bruno Conti.
Ia berperan
penting dalam kejutan mendadak di fase kedua seperti Paolo Rossi, dan menjadi
contoh penyerangan ideal bagi manajer Bearzot. Tradisi Italia mengatakan bahwa
gelandang kanan harus mundur ke belakang untuk bermain sebagai bek kanan
tambahan. Namun, Conti cenderung seperti sayap ortodoks.
Biasa-biasa
saja pada fase pertama, Conti disiapkan sebagai pengganti Cabrini pada
kemenangan pada fase grup kedua atas Argentina, yang akhirnya memberikan
Azzurri keperayaan. Ia berperan penting pada kemenangan apik atas Brasil,
memotong ke dalam dan merepotkan pemain bertahan, sebelum menyerahkan permainan
kepada Cabrini yang melepas umpan silang pada gol pembuka Rossi, dan
mempersembahkan untuk Italia, yang berada di bawah tekanan, hasil yang
memuaskan.
Pada semifinal
melawan Polandia, Conti melewati dua pemain dan memberikan umpan silang untuk
gol kedua Rossi. Ia kemudian berperan penting pada gol kedua dan ketiga Italia
di partai final, ketika ia dengan bijak berhasil beradaptasi dengan peran di
lini tengah setelah Francesco Graziani mengalami cedera. Rossi memang
menembakkan senjata, namun Conti-lah yang memberinya peluru..
3. Falcao,
Brasil
Foto Falcao
dengan lengan terbentang, tatapan liar, pembuluh darah yang menonjol, setelah
mencetak gol penyama skor yang kedua untuk Brasil versus Italia merupakan salah
satu yang paling menggugah dalam sejarah Piala Dunia, dan untuk dirinya
sendiri. Hal itu terjadi dalam turnamen di mana ia menancapkan kukunya sebagai
salah satu gelandang pengatur serangan di depan pemain belakang terbaik di
dunia.
Sebelumnya, ia
sama sekali tidak bermain dalam pertandingan pembuka Brasil—kemenangan ketat
dengan skor 2-1 atas Uni Soviet—sebelum Cerezo mengalami hukuman. Kemampuannya
mengontrol lini tengah, membaca arah permainan, dan umpan-umpan panjang yang ia
lepaskan sangat berkualitas.
Ketika Brasil
menurunkan empat pemain hebatnya di lini tengah, Cerezo dan Falcao di
kedalaman, dengan Zico dan Socrates di depan mereka. Falcao mengatur dan
memperdaya lawan. Cerezo menambahkan beberapa upaya dalam cara yang paling
anggun. Keduanya juga memberikan rasa aman ketika dua bek maju ke depan.
Ia mencetak gol
keempat melawan Skotlandia. Adalah umpan silangnya yang berhasil dikonversi
menjadi gol kedua oleh Serginho dalam kemenangan 3-1 atas Argentina, dan
kemudian melawan Italia. Kekuatan tembakan Falcao, dengan cara yang sangat
berambisi, mengarah pojok atas, dan menghasilkan gol yang mencengangkan. Namun,
kemudian, ia digagalkan oleh penyelesaian Rossi dan kreativitas rekan
seklubnya, Bruno Conti.
4. Socrates,
Brasil
Brewok dan
brilian, Socrates merupakan otak dari Brasil. Ia mungkin tidak begitu berbakat
seperti Zico, namun ialah pusat inisiatif tim.
Ia menyamakan
skor ketika melawan Uni Soviet di partai pembukaan setelah melakukan dobel
sidestep yang indah, seperti yang biasa ia lakukan. Dengan perhitungan yang
sama ketika ia mencetak gol penyama skor yang pertama melawan Italia. Ia
menunggu Dino Zoff yang bergerak keluar area--berusaha mengantisipasi umpan
silang—sebelum melesakkan tembakan mengarah ke tiang dekat.
Umpan yang diakhiri
tembakan Falcao ketika melawan Skotlandia, merupakan salah satu ciri khasnya.
Ia melakukan beberapa operan sebelum akhirnya memberikan operan terakhir yang
mematikan.
5. Dino Zoff,
Italia
Pada usia 40
tahun, ia sempat dianggap habis oleh beberapa orang sebelum turnamen. Namun,
penyelamatan yang ia lakukan pada menit ke-88, dengan menghalau sundulan Oscar
yang memberikan kemenangan Italia 3-2 atas Brasil, ia menghalau bola dengan
tangan kirinya tepat di garis gawang, memberi justifikasi mengapa kemudian ia
dipilih.
Salah satu
aksinya yang mungkin dilupakan adalah ketika ia menghalau upaya dari Michel
Kaham ketika bertemu Kamerun pada penyisihan fase pertama. Jika bola itu masuk,
Italia tidak akan melaju ke fase berikutnya. Konsistensi dan kepemimpinannya
merupakan kunci Italia dalam meraih kesuksesan, dan tercatat sebagai kapten
tertua yang mengangkat trofi Piala Dunia.
6. Michel
Platini, Prancis
Mungkin yang
diingat dari “Platouche” adalah soal pemahaman taktiknya. Ia bisa bermain di
manapun posisi di lini tengah hingga depan.
Pada Piala
Dunia 1982, ia bermain lebih ke dalam ketimbang yang ia lakukan pada Piala
Eropa 1984, dan hanya mencetak sepasang gol—melawan Kuwait dan penalti ketika
melawan Jerman Barat di semifinal. Namun, ketika Prancis bermain dengan banyak
operang, ia selalu menjadi pusatnya, memandu dan terus mengarahkan.
Yang paling
menakjubkan dari semuanya adalah, ketika ia berada bersama rekan setimnya
setelah kekalahan pada partai pembuka melawan Inggris, meskipun terungkap bahwa
istrinya berselingkuh dengan rekan setim, Jean-Francois Larios.
7. Gaetano
Scirea, Italia
Stereotip
mengatakan bahwa Piala Dunia dimenangi oleh pertahanan Italia yang kuat. Namun,
Italia saat itu lebih banyak memiliki pemain menyerang dibanding tim Italia
manapun dalam dua dekade terakhir.
Claudio Gentile
merupakan ahli pertahanan. Namun, pertahanan Italia dipimpin oleh pemain elegan
dan tenang seperti Franz Beckenbauer yang sering naik ke garis tengah dari lini
belakang.
Bertahan dengan
luar biasa ketika berhadapan dengan Brasil, ia menunjukkan lebih banyak
kreativitas ketika pertandingan final. Ia mengoper bola dengan tumitnya di
dalam kotak penalti Jerman Barat, menerima umpan dan kemudian memberikannya
kembali dengan sempurna sebelum diakhiri oleh Marco Tardelli.
8. Zico, Brasil
Ia mencetak gol
lewat tendangan bebas indah melawan Skotlandia, sebuah voli dan first-time
saat melawan Selandia Baru, dan sontekan yang melanjutkan tendangan bebas Eder
yang membentur tiang gawang ketika melawan Argentina. Ia merupakan kreator
ulung di tim Brasil dan kerap bermain bersama Socrates hingga posisi depan.
Meski begitu,
ia sempat dicap gagal. Namun, talenta hebat datang seiring dengan ekspektasi
berlebih bukan?
9. Zbigniew
Boniek, Polandia
Apakah ada
hattrick lain di Piala Dunia yang lebih baik ketimbang yang Boniek ciptakan ke
gawang Belgia pada penyisihan fase kedua?
Gol pertama
adalah tembakan dari jarak 20 yard, setelah menerima umpan tarik dari Grzegorz
Lato, kedua adalah sundulan cerdik yang mengelabui kiper, dan terakhir adalah
mengelabui kiper, setelah didului oleh kecohan yang dilakukan rekan setimnya.
Semua merupakan penyelesaian yang luar biasa dan diikuti oleh skema yang baik.
Sebelumnya,
Boniek memulai turnamen dengan lambat dalam perannya di lini tengah, dan kemudian
seolah hidup kembali setelah ditempatkan sebagai penyerang tengah pada
pertandingan melawan Peru yang berakhir dengan kemenangan 5-1 bagi Polandia
pada partai terakhir penyisihan fase pertama. Ia kemudian dihukum pada
pertandingan imbang 0-0 melawan Uni Soviet, Boniek juga gagal tampil ketika
melawan Italia.
10. Paul
Breitner, Jerman Barat
Sebelum ada
Zinedine Zidane, hanya tiga pemain yang pernah mencetak gol dalam dua
pertandingan final Piala Dunia: pemain Brasil, Vava dan Pele, serta figur tak
terduga seperti Paul Breitner. Bek kiri atau gelandang Jerman Barat yang pernah
mengaku menganut Maoisme.
Gol yang ia
lesakkan kali ini, tercipta hanya tujuh menit jelang usai untuk memperkecil
skor menjadi 3-1, menjadi sedikit tidak begitu berarti ketimbang yang ia
lesakkan pada tahun 1974. Namun, setidaknya, mengonfirmasi bahwa ialah pemain
terbaik Jerman Barat di turnamen yang memalukan bagi Jerman Barat tersebut.
Kontribusinya
yang paling signifikan, mungkin, adalah ketika menghadang Steve Coppell ketika Jerman
Barat bersua dengan Inggris, yang berakhir dengan skor imbang 0-0 pada
penyisihan fase kedua.
sumber:www.fourfourtwo.com
0 Response to "Menarik!!! Simak 10 Pemain Terbaik Piala Dunia 1982"
Posting Komentar